Bisnis eksport import bisa menjadi lahan yang menawarkan keuntungan besar. Praktek perdagangan antar negara ini memang agar rumit, akan tetapi peluang keuntungan yang bisa diperoleh umumnya sangat besar. Akan tetapi ada beberapa resiko yang juga harus siap ditanggung seperti demurrage. Demurrage adalah denda akibat terlambat mengembalikan peti kemas.
Mengenal Demurrage Sebagai Resiko Aktivitas Pengiriman
Demurrage merupakan salah satu hal yang selalu dihindari oleh para pelaku bisnis ekspor maupun impor yang menggunakan jalur pelayaran untuk mengirimkan barang. Istilah demurrage adalah istilah yang digunakan untuk menyebut denda akibat keterlambatan mengembalikan kontainer milik lembaga pelayaran dan kontainer tersebut dalam posisi masih berada di pelabuhan.
Demurrage bisa dikenakan pada pihak penerima ataupun pengirim barang. Denda ini merupakan biaya kompensasi yang diberikan pada pemilik kapal pengangkut kontainer. Hal ini terjadi karena pengguna kontainer atau peti kemas sebagai pihak penyewa kapal melanggar durasi waktu bongkar muat yang ada pada Charter Party.
Pihak pemilik kapal mendapat hak berupa sejumlah uang kompensasi karena kontainer yang seharusnya sudah dibongkar atau dikeluarkan dari kapal masih berada di kapal hingga durasi waktu bongkar muatan yang sudah disepakati.
Ketidaksesuaian atas kontrak yang disepakati akan berdampak pada denda sebagai kompensasi dari kegagalan salah satu pihak dalam melaksanakan kontrak yang sudah disepakati. Salah satu penyebab denda yang paling umum terjadi pada penyewa peti kemas atau kontainer dari pihak eksportir ataupun importir adalah keterlambatan mengambil kontainer tersebut.
Denda demurrage tersebut terjadi karena kegagalan salah satu pihak, dalam hal ini penyewa kapal yang digunakan untuk mengangkut kontainer, untuk menyelesaikan pembongkaran sesuai waktu yang sudah disepakati. Sehingga denda ini bersifat kompensasi yang diberikan pada pihak lembaga pemilik kapal dan tidak dibayarkan pada lembaga pemerintah atau pengelola pelabuhan.
Lembaga pemilik armada kapal pengangkut peti kemas juga memiliki hal untuk mengeluarkan tuntutan denda ketika dirugikan oleh klien atau penyewanya. Denda demurrage ini terjadi karena penggunaan peti kemas di Container Yard melebihi durasi waktu yang sudah disepakati.
Pada aktivitas impor, perhitungan waktu pembongkaran peti kemas ini dihitung sejak dilakukan discharges atau proses bongkar peti kemas dari kapal, hingga peti kemas dikeluarkan dari area pelabuhan atau telah get out.
Sedangkan pada aktivitas pengiriman atau ekspor barang, maka perhitungan waktu ini dimulai sejak peti kemas masuk ke area pelabuhan hingga peti kemas tersebut naik ke atas kapal sebagai sarana pengangkutan.
Batasan waktu ini bisa beragam dan menjadi kebijakan masing – masing perusahaan pelayaran, akan tetapi informasi batasan waktu ini akan selalu diinformasikan dan tertuang dalam kontrak kerja sama pengangkutan barang.
Kebanyakan perusahaan pelayaran akan memberikan durasi waktu bongkar muat peti kemas selama 7 hingga 10 hari. Durasi waktu 7 hingga 10 hari ini dihitung setelah kapal pengangkut tiba di pelabuhan. Sebelum durasi waktu tersebut habis, pihak pengguna jasa pengangkutan peti kemas harus sudah mengembalikan peti kemas ke perusahaan pelayaran dalam kondisi kosong atau sudah dibongkar muatannya.
Ketika pemilik barang sebagai penyewa belum melakukan pembongkaran muatan hingga durasi waktu yang sudah disepakati, maka akan dikenakan demurrage atau denda kompensasi tersebut. Besarnya demurrage bisa beragam dan ditentukan oleh pihak perusahaan. Kerugian dari demurrage adalah bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.
Besarnya denda ini juga diinformasikan dan tertuang dalam kontrak kerja sama ketika kedua belah pihak sepakat dalam penggunaan jasa pengangkutan menggunakan kapal. Jika kedua belah pihak yaitu perusahaan pelayaran dan pengguna kontainer sebagai konsumen jasa angkut sudah sering bekerja sama, umumnya akan ada kelonggaran dari batasan waktu yang sebenarnya sudah disepakati.
Ketika kontainer belum dibongkar setelah kesepakatan waktu, namun pihak perusahaan pelayaran masih memberikan toleransi, maka pemilik barang yang belum dibongkar dari kontainer tidak akan terkena demurrage.
Lamanya kelonggaran waktu ini juga beragam dan menjadi kebijakan pihak perusahaan pelayaran. Ada perusahaan yang memberikan waktu toleransi selama 10 hari, akan tetapi ada juga yang bersedia memberi masa toleransi hingga 21 hari.
Toleransi waktu ini umumnya diberikan ketika barang yang dikirim membutuhkan proses administrasi atau pemeriksaan yang membuat kontainer tidak bisa langsung dibuka dan dibongkar isinya.
Keterlambatan bongkar ketika impor dan keterlambatan menaikkan kontainer ketika ekspor berdampak pada munculnya biaya kompensasi demurrage yang dibebankan pada perusahaan importir atau eksportir. Hal ini terjadi karena ada biaya pemeliharaan kontainer yang harus ditanggung oleh perusahaan pelayaran dengan besaran 20% dari biaya operasional pengiriman kontainer.
Sebuah kontainer akan menghasilkan keuntungan ketika bergerak atau digunakan untuk mengangkut barang. Ketika kontainer diam di pelabuhan karena terlambat dibongkar ataupun terlambat dimuat, maka pihak perusahaan pelayaran tidak akan mendapatkan pemasukan dari kepemilikan kontainer tersebut.
Hal itulah yang menyebabkan perusahaan importir atau eksportir sebagai pengguna kontainer dikenai denda atau biaya kompensasi penggunaan kontainer ketika terlambat bongkar ataupun terlambat muat. Demurrage berfungsi untuk mengganti kerugian atau beban akibat kontainer melakukan overstay atau berada dalam kondisi diam melebihi durasi waktu yang ditentukan.
Ada trik yang bisa dilakukan oleh perusahaan importir maupun eksportir agar tidak terkena denda demurrage. Trik ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi resiko keterlambatan bongkar atau muat yang berujung pada denda demurrage. Trik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Perbaikan manajemen di pihak perusahaan importir atau eksportir ini terkait dengan penjadwalan aktivitas bongkar maupun muat agar tepat waktu. Praktek pengiriman atau penerimaan barang akan melibatkan birokrasi, faktor ini seringkali menjadi variabel yang tidak bisa dikontrol.
Melalui manajemen yang baik maka resiko bertambahnya waktu akibat birokrasi ini sudah diperhitungkan sejak awal dan dijadikan bahan pertimbangan ketika menentukan durasi waktu bongkar ataupun muat agar tidak mengalami kerugian demurrage.
Kegagalan mengelola waktu dan penjadwalan bongkar muat isi kontainer bisa menyebabkan kerugian. Ketika kondisi ini terus menerus berulang maka kerugian yang harus ditanggung juga akan semakin besar.
Faktor birokrasi berbelit ataupun kesulitan lain yang bisa menghambat proses bongkar ataupun muat barang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk perubahan atau perbaikan kontrak dengan perusahaan pelayaran.
Situasi tersebut bisa didiskusikan sejak awal agar kedua belah pihak sama – sama menyadari kesulitan atau tantangan yang dihadapi sejak awal. Kontrak yang jelas dan dibuat berdasarkan kesepakatan bersama akan sama – sama menguntungkan kedua belah pihak.
SOP atau Standard Operating Procedure bisa menjadi faktor yang menghambat proses bongkar atau muat yang berujung pada bertambahnya durasi waktu selesainya proses bongkar muat. Jika hal tersebut terjadi maka dibutuhkan perbaikan SOP berdasarkan bagian – bagian yang menimbulkan masalah.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah perhitungan waktu standar dengan didasarkan perkiraan cuaca. Ketika cuaca diperkirakan dalam kondisi buruk maka sejak awal sudah dipersiapkan antisipasi resiko waktu standar yang mundur dan pasti berdampak pada durasi waktu bongkar muat yang dibutuhkan.
Itulah beberapa hal penting mengenai tantangan praktek bisnis ekspor dan impor terkait pengelolaan aktivitas bongkar muat dan hubungan dengan perusahaan pelayaran. Salah satu hal penting tentang demurrage adalah denda tersebut bisa dihindari dengan perhitungan yang cermat dan pengelolaan yang tepat.