Dengan berkembangnya teknologi, jarak bukan lagi menjadi kendala untuk membeli barang dari mana saja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selama Anda memiliki gadget, Anda dapat berbelanja online kapan saja, di mana saja. Namun, ingatlah bahwa ada sejumlah pajak impor jika Anda belanja barang dari luar negeri.
Tidak hanya perorangan, semua transaksi online memudahkan para pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhannya akan produk dan bahan baku untuk menjalankan usahanya. Jika Anda perlu mengimpor barang untuk bisnis Anda dari luar negeri, Anda juga harus memeriksa ketentuan pajak impor yang perlu dikeluarkan.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai bea masuk dan pajak impor untuk belanja online, serta contoh penghitungannya berdasarkan contoh studi kasus, silahkan lanjutkan membaca ulasannya berikut ini.
Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yakni PP No. 42 yang disahkan tahun 2009, kegiatan impor diberlakukan adanya pajak impor.
Peraturan ini, selain peraturan lain, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, adalah untuk mengatur perubahan peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan sebelumnya.
Oleh karena itu, pajak impor sendiri dapat dikatakan sebagai pajak yang dikenakan atas kegiatan impor barang. Pajak ini memiliki jenis tugas yang disebut advalorum, yang tidak memiliki tarif pajak yang ditetapkan.
Pajak ini pada dasarnya dihitung dengan mengalikan tarif dengan harga impor. Hal ini memperkuat pandangan bahwa dasar pengenaan pajak atau prinsip penghitungan DPP berbeda.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bea impor dihitung berdasarkan nilai impor dan bea masuk berdasarkan nilai pabean yang dimiliki. Harga impor yang ditunjukkan terkait dengan harga intercom barang (terms of international trade), CIF (cost, insurance and freight) ditambah bea masuk.
Baca Juga : Apa Itu Pemberitahuan Impor Barang? Inilah Penjelasan Lengkapnya!
Baru-baru ini muncul peraturan baru terkait ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.10/2019. Berikut ini penjelasan lebih lengkap dari ketentuan yang berlaku sebelumnya.
Dari potongan awal, dengan pemungutan pajak impor dari 27,5% menjadi 37,5%, pembagiannya meliputi:
Saat ini PMK versi terbaru memiliki penyesuaian tarif sebesar 17,5% yang meliputi golongan tarif sebagai berikut:
Namun, ada satu pembebasan bea cukai yang berlaku untuk objek kena pajak impor tertentu dengan tarif sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 22 PPH impor, ada enam jenis tarif berdasarkan kelompok barang impor yang berbeda. Berikut beberapa di antaranya:
Komoditas yang tidak dikuasai adalah jenis komoditas yang tidak dimiliki karena kurangnya kapasitas produksi atau keadaan lain dimana komoditas tersebut tidak memiliki pemilik.
Atau pemilik sebelumnya tidak dapat melengkapi dokumen resmi yang diperlukan dan kepemilikannya dicabut. Barang ini akan dilelang untuk menentukan jumlah pajak yang harus dipotong oleh pemilik baru barang jenis ini.
Baca Juga : Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan untuk Bisnis Ekspor Impor
Pajak impor atas barang konsinyasi dikenakan tarif tunggal, tetapi pemerintah memberikan perhatian khusus pada proposal pengrajin dan produsen barang umum dan asing.
Misalnya, di Indonesia, tas, sepatu, pakaian, dan beberapa pengrajin menutup usahanya karena masuknya produk serupa dari luar negeri. Mengingat dampak dari lonjakan produk tersebut, pemerintah telah menetapkan tarif bea masuk normal untuk tas, sepatu, dan pakaian jadi sebagai berikut:
UMKM (Usaha Kecil Mikro Dan Menengah) merupakan mayoritas tarif bea cukai, yang mencari perpajakan yang adil atau kesempatan yang sama antara impor dengan barang konsinyasi dan impor oleh distributor untuk produk kena pajak dalam negeri. barang dagangan umum.
Dalam menyusun perubahan regulasi tersebut, pemerintah akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk membantu menciptakan regulasi yang komprehensif dan menjaga keadilan dalam berbisnis.
PMK 199/2019 diharapkan menggunakan aturan pembebasan bea masuk (nilai minimum) untuk barang kiriman untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan produk dalam negeri.
Berikut kami juga jelaskan bagaimana cara menghitung pajak impor berdasarkan sebuah contoh studi kasus pada pembelian barang dari luar negeri.
Andira membeli sepatu bermerek dari luar negeri seharga Rp 255.000. Pajak impor yang berlaku adalah 7,5%. PPN yang harus ditanggung 10%, tapi PPH 0%. Berikut cara menghitungnya:
Harga Komoditas: Rp 255.000
Pajak impor:
7,5% x harga produk
7,5% x Rp 225.000 = Rp 19.125, dibulatkan menjadi Rp 20.000
Nama Produk:
10% x (harga produk + bea masuk)
10% x (Rp 225.000 + Rp 20.000)
10% x Rp275.000 = Rp 27.500, dibulatkan menjadi Rp 28.000
PPh:
Rp0
Jumlah nilai barang setelah dikenai bea masuk dan pajak atas impor barang tersebut adalah:
Rp. 303.000
Demikian penjelasan lengkap tentang pentingnya pajak impor bagi perusahaan importir mulai dari pengertian, ketentuan, tarif normal hingga cara menghitungnya berdasarkan studi kasus. Semoga penjelasan di atas bermanfaat.
Baca Juga : Mau Ekspor-Impor Lebih Mudah? Gunakan Jasa Kepabeanan Saja!